Pelesiran ke
Magelang, Jawa Tengah, rasanya tak lengkap kalau tak mencicipi Getuk Gondok.
Ya, salah satu getuk yang terkenal di sana adalah getuk Gondok yang
dijualSri Rahayu (59) sejak 1985. Rahayu merupakan generasi ketiga dari
getuk merek tersebut, meneruskan usaha warisan nenek dan ibunya. Kapan neneknya
mulai berjualan getuk, Rahayu mengaku tak tahu. “Yang jelas, waktu saya masih
kecil, belum sekolah,” ujar Rahayu saat ditemui di kediamannya.
SELENGKAPNYA TENTANG MAGELANG, KLIK DISINIAyo ke Magelang 2015
"Jalan-jalan ke Magelang Tak Akan Puas Kalau Belum Mencicipi Getuk Gondok "
Alamat & Contact Person :
Alamat :
Rumah : Nepak Kulon, RT:1/RW:2, Bulurejo, Kabupaten Magelang
Produksi : Karet Bulurejo, Kabupaten Magelang
Rumah : Nepak Kulon, RT:1/RW:2, Bulurejo, Kabupaten Magelang
Produksi : Karet Bulurejo, Kabupaten Magelang
Contact Person:
085729572939 (Benny)
085878302443 (Ibu Endang)
085729572939 (Benny)
085878302443 (Ibu Endang)
Oleh : Via InoaGroup.com
Yang ia
ingat, neneknya menderita penyakit gondok di lehernya. Itu sebabnya getuk
buatannya dinamai Getuk Gondok. Setelah neneknya meninggal, ibunda
Rahayu meneruskan usaha tersebut. “Ibu saya memiliki tujuh anak, lima di
antaranya perempuan. Kelimanya lalu punya usaha getuk sendiri. Keponakan dan
anak saya juga kini mengikuti jejak nenek,” kisahnya. Dulu sebelum berjualan
sendiri, Rahayu hanya membantu kakaknya membuat getuk.
Lantaran
ingin mandiri, ia berjualan sendiri. Awalnya, ia membuat 25-35 kg getuk per
hari. “Berangkat jualan 07.00, pukul 14.00 sudah pulang karena masih menyusui
bayi saya. Terkadang getuknya habis, kadang sisa,” kenang Rahayu yang awalnya
menjajakan getuk di depan Toko Panorama. Setelah bangunan Pasar Rejowinangun
jadi dan ditata rapi, semua penjual yang sebelumnya di pinggir jalan sekitar
pasar termasuk Rahayu, harus masuk pasar.
Sayang, saat
menempati kios di lantai teratas, getuknya tak laku. “Sehari, paling-paling
laku Rp10.000. Beruntung, saya lalu mendapat kios di lantai dasar, satu di Blok
B no 17, satu kios lagi di Blok C,” ujar ibu empat anak ini. Tahun 2007, karena
harus menjaga suaminya yang sakit, Rahayu tak lagi menjaga kios, bahkan hingga
sekarang meski sang suami telah meninggal. Kini, kios Getuk Gondok ditunggui
anak-anaknya.
Tanpa
Pengawet
Getuk Gondok
dijual dalam kemasan kotak kardus dengan beberapa pilihan harga, yaitu Rp5.000,
Rp10.000, dan Rp25.000. Sedangkan yang dibungkus dijual seharga Rp3.000 berisi
delapan potong getuk. Getuk yang tiap malamnya dibuat pukul 01.00-07.00 ini ada
tiga macam, yaitu 1, 2, dan 4 warna. “Saya lihat lapis beras menarik,
berwarna-warni dan bertumpuk-tumpuk. Saya coba membuat getuk dengan cara itu.
Kadang-kadang warna cokelatnya saya beri gula merah.”
Cara membuat
getuk cukup sederhana. Agar menghasilkan getuk yang lembut dan enak, Sri
sengaja memilih singkong yang masih mempur dengan usia 10 bulan.
Ia juga
menggunakan gula pasir asli dan tak mau pakai pengawet. Itu sebabnya getuk yang
dibuat harus habis hari itu. “Sebetulnya besoknya pun getuk enggak kecut dan
‘ngiler’, tapi saya enggak mau menjual makanan kemarin. Pertama, saya, kan,
mangkal, jadi orang mudah menemukan saya kalau mau komplain. Kalau sampai
pelanggan kecewa karena getuknya enggak enak, saya juga yang rugi. Apalagi, di
pasar banyak saingan,” ujar Rahayu yang berhati-hati menjaga kualitas karena
getuknya dikenal banyak orang.
Berkat
ketekunannya, kini getuknya laku tak kurang dari 150 kg per hari. Bila ada
pesanan, pembuatan getuk bisa sampai 300 kg dalam sehari. Pesanan datang tak
hanya dari Magelang, melainkan juga dari kota lain, termasuk Kebumen. “Pesanan
ini bukan untuk dijual lagi, melainkan untuk acara pribadi, misalnya pernikahan
atau oleh-oleh untuk dibawa ke luar kota,”
No comments:
Post a Comment